Selamat Datang di Website Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah!     

Keterangan mengenai Peraturan Pemerintah tuliskan disini.


PERMEN LHK Nomor 1 Tahun 2024 ditetapkan sebagai pedoman resmi dalam melakukan penilaian ilmiah terhadap status konservasi jenis tumbuhan dan satwa liar (TSL) berdasarkan pendekatan biologi konservasi serta kriteria ilmiah nasional dan internasional.

Peraturan ini memperkuat upaya pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia dengan metodologi terstandarisasi dalam menilai dan menetapkan status ancaman suatu jenis, serta menjadi acuan dalam kebijakan penetapan jenis dilindungi dan prioritas konservasi nasional.

Ruang Lingkup Pengaturan:

1. Kriteria Penilaian Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar berdasarkan:

  • Ukuran populasi dan laju penurunannya
  • Luas dan fragmentasi sebaran geografis
  • Tingkat eksploitasi, ancaman habitat, dan gangguan lainnya
  • Informasi ekologi dan biologis terkini

2Kategori Status Jenis TSL yang Digunakan (mengacu pada IUCN Red List):

  • Punah (Extinct)
  • Punah di Alam (Extinct in the Wild)
  • Sangat Terancam Punah (Critcally Endangered)
  • Terancam Punah (Endangered)
  • Rentan (Vulnerable)
  • Hampir Terancam (Near Threatened)
  • Risiko Rendah (Last Concern)
  • Data Tidak Cukup (Data Deficient)

3Proses Penilaian dan Penetapan Status Jenis:

  • Dilakukan oleh Tim Teknis Penilaian Status Jenis, ditetapkan oleh Dirjen KSDAE
  • Bersumber dari data lapangan, hasil riset, dan usulan dari unit pelaksana teknis, akademisi, atau mitra konservasi
  • Dapat dilakukan periodik (minimal 5 tahun sekali) atau sewaktu-waktu saat ditemukan data baru signifikan

4. Hasil Penilaian Digunakan Untuk:

  • Penyusunan atau revisi Daftar Jenis TSL yang Dilindungi secara nasional
  • Menentukan prioritas konservasi dan upaya perlindungan
  • Dasar kebijakan manajemen habitat, translokasi, atau penguatan populasi
  • Pendukung dalam perizinan lembaga konservasi, pelepasliaran, penangkaran, perdagangan, dan ekspor-impor TSL

 

Ketentuan Peralihan dan Penutup:

  • Mencabut ketentuan sebelumnya yang tidak sesuai, terutama yang masih menggunakan pendekatan lama dalam menilai status jenis
  • Memastikan harmonisasi dengan standar global seperti IUCN dan konservasi internasional (misalnya CITES)
  • Semua unit pelaksana teknis di bawah KLHK diwajibkan mengacu pada peraturan ini dalam usulan perlindungan jenis atau rekomendasi konservasi

Landasan Hukum Pendukung:

  • Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
  • Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999
  • Konvensi Keanekaragaman Hayati (CBD)
  • Rekomendasi IUCN Species Survival Commission

 


Download PERMENHUT_1_2024.pdf

Peraturan ini diterbitkan dalam rangka menguatkan kebijakan perlindungan terhadap jenis-jenis tumbuhan dan satwa liar yang memiliki nilai penting secara ekologis, ilmiah, dan ekonomis, serta mengalami ancaman terhadap kelestariannya di alam.

PERMENLHK P.106/2018 merupakan Pengganti dari PERMENLHK P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 karena adanya kebutuhan untuk memperbarui daftar spesies berdasarkan perkembangan ilmiah terbaru dan masukan masyarakat.

Tujuan:

  • Menyediakan kepastian hukum dan panduan teknis mengenai jenis-jenis tumbuhan dan satwa yang masuk dalam kategori dilindungi.
  • Meningkatkan efektivitas perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar secara lestari.
  • Memastikan bahwa kebijakan nasional selaras dengan daftar konservasi internasional (CITES, IUCN, dan hasil kajian LIPI/BRIN).

Dasar Hukum:

  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa.
  • Peraturan Menteri LHK Nomor P.20 Tahun 2018 (dicabut dengan berlakunya P.106/2018)
  • Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 23 P/HUM/2018
  • Rekomendasi ilmiah dari LIPI dan data daftar merah IUCN serta konservasi CITES.

Isi Pokok Peraturan:

1. Ketentuan Umum

  • Definisi jenis dilindungi, perlindungan penuh dan perlindungan terbatas.
  • Kriteria jenis dilindungi: jumlah populasi kecil, penurunan drastis di alam, endemisitas, dan/atau ancaman tinggi terhadap kelestarian.

2. Penetapan Jenis yang Dilindungi

  • Jenis-jenis tumbuhan dan satwa dilindungi ditetapkan dalam Lampiran I dan II.
  • Penambahan atau penghapusan dapat dilakukan melalui kajian ilmiah dan evaluasi bersama LIPI/BRIN,

3. Lampiran I: Daftar Jenis Tumbuhan yang Dilindungi

Total lebih dari 200 jenis tumbuhan, termasuk:

  • Anggrek (misalnya Coelogyne spp., Paphiopedilum spp.)
  • Kantong semar (Nepenthes spp.)
  • Rafflesia, kayu langka, dan tumbuhan endemik.

4. Lampiran II: Daftar Jenis Satwa yang Dilindungi

Total lebih dari 700 jenis satwa, termasuk:

  • Mamalia: Harimau sumatera, badak jawa, orangutan, kucing hutan, dll.
  • Burung (Aves): Jalak bali, elang jawa, cendrawasih, rangkong, dll.
  • Reptilia: Komodo, kura-kura moncong babi, ular sanca hijau, dll.
  • Amfibi dan Ikan: Katak pohon, ikan arwana, pari air tawar endemik.
  • Serangga: Kumbang, kupu-kupu langka seoerti Troides spp.

5.  Ketentuan Peralihan dan Penutup

  • PERMENLHK P.20 Tahun 2018 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
  • Peraturan mulai berlaku sejak tanggal diundangkan (28 Desember 2018).
  • Daftar ini wajib dijadikan acuan dalam pengelolaan izin penangkaran, peragaan, peredaran, serta penegakan hukum.

Catatan Tambahan:

  • Daftar ini sangat penting digunakan oleh lembaga konservasi, BKSDA, lembaga penegak hukum, pemda, dan instansi kehutanan sebagai acuan resmi status perlindungan spesies.
  • Penambahan/penghapusan jenis baru dapat dilakukan secara berkala berdasarkan perkembangan populasi dan hasil monitoring ilmiah terbaru.
  • Peraturan ini juga relevan untuk pengawasan perdagangan online, sertifikasi dokumen SATS-DN/SATS-LN, dan penanganan konflik satwa.

Download P_106_2018_JENIS_TSL_menlhk_07252019152513.pdf

Peraturan Menteri LHK Nomor 4 Tahun 2025 diterbitkan dalam rangka memperkuat tata kelola konservasi satwa liar secara ex-situ dengan cara membakukan pedoman penilaian dan penetapan Lembaga Konservasi (LK).

Regulasi ini mencerminkan komitmen KLHK dalam meningkatkan standar profesionalisme, kesejahteraan satwa, transparansi, dan akuntanbilitas dalam penyelenggaraan LK baik yang bersifat publik maupun swasta.

I. Maksud dan Tujuan:

  1. Menjadi acuan dalam menilai kelayakan Lembaga Konservasi yang akan dan telah beroperasi
  2. Menjamin bahwa LK dikelola dengan prinsip keberlanjutan, berbasis ilmu pengetahuan, dan memperhatikan kesejahteraan satwa (animal welfare).
  3. Meningkatkan fungsi konservasi, edukasi, penelitian, rekreasi, dan penyangga populasi satwa liar.
  4.  Memberikan dasar hukum bagi penetapan status legal Lembaga Konservasi secara nasional.

II. Ruang Lingkup Penganturan:

Pedoman ini mencakup seluruh tahapan:

  • Pengajuan permohonan penilaian LK
  • Pelaksanaan penilaian administratif, teknis, dan kelembagaan
  • Proses verifikasi lapangan
  • Penetapan hasil penilaian dan pemberian status lembaga

III. Aspek Penilaian (Berbasis Skoring)

1. Aspek Kelembagaan dan Legalitas

  • Akta notaris, izin lingkungan, struktur organisasi, laporan keuangan.

2. Sarana dan Prasarana Pendukung

  • Desain kandang alami dan layak, fasilitas medis, dapur pakan, tempat karantina, fasilitas evakuasi darurat.

3. Sumber Daya Manusia

  • Kualifikasi tenaga dokter hewan, keeper, teknisi kandang, staf edukasi, keamanan.

4. Manajemen Satwa dan Pelaporan

  • Basis data satwa, rekam medis elektronik, dokumentasi kelahiran-kematian, rekam jejak asal usul (genetik dan geografis).

5. Program Konservasi dan Edukasi

  • Kontribusi terhadap penelitian, pelepasliaran, konservasi genetik, pameran edukatif, kurikulum pendidikan publik.

6. Kesejahteraan Satwa (Animal Welfare)

  • Pola makan, enrichment harian, interaksi sosial antar-satwa, rotasi ruang, penanganan stres, kebebasan berekspresi alami.

IV. Tim Penilai dan Mekanisme Penilaian:

  • Dibentuk oleh Direktur Jenderal KSDAE melalui SK.
  • Terdiri dari unsur Ditjen KSDAE, UPT, dokter hewan konservasi, pakar, dan mitra teknis.
  • Meliputi tahapan:
  1.  Peninjauan dokumen
  2. Kunjungan lapangan dan verifikasi
  3.  Penyusunan rekomendasi kelayakan
  4. Penetapan status melalui Surat Keputusan (SK)

V. Penetapan dan Validitas Status:

  • Lembaga Konservasi yang dinyatakan “Layak” akan ditetapkan melalui SK dan berlaku selama 5 tahun.
  • Lembaga yang belum memenuhi akan diberi waktu pembinaan maksimal 1 tahun.
  • Lembaga Konservasi yang tidak memenuhi dalam tenggat akan dikenai pencabutan status dan/atau penghentian nasional.

VI. Pengawasan dan Sanksi:

  • Evaluasi ulang dilakukan secara berkala atau insidental jika ditemukan pelanggaran.
  • Sanksi administratif diberikan bertahap mulai dari teguran, pembinaan, penangguhan kegiatan, hingga pencabutan izin.

VII. Ketentuan Peralihan dan Penutup:

  • Lembaga Konservasi yang sudah ditetapkan sebelumnya wajib mengikuti penilaian ulang sesuai format baru paling lambat 1 tahun sejak peraturan ini berlaku.
  • Dengan berlakunya peraturan ini, maka seluruh ketentuan sebelumnya yang bertentangan dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.

Landasan Hukum Pendukung:

  • UU No. 5 Tahun 1990 tentang KSDAE
  • PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis TSL
  • PERMEN LHK No. 18 Tahun 2024 tentang Lembaga Konservasi
  • Konservasi Internasional: CITES, CBD
  • Standar Animal Welfare dari WAZA dan IUCN

Download PERMENHUT_4_2025.pdf

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2024 ini mengatur tentang pendirian, pengelolaan, pembinaan, dan evaluasi kinerja Lembaga Konservasi (LK), serta menjadi dasar hukum pelaksanaan fungsi konservasi keanekaragaman hayati secara ex-situ (di luar habitat alaminya).

Tujuan utama:

  • “Menjamin keberlangsungan pengelolaan lembaga konservasi secara profesional, terukur, dan berorientasi pada kesejahteraan satwa.”
  • “Menyediakan standar dalam pendirian dan operasional lembaga konservasi baik untuk tujuan konservasi, edukasi, penelitian, maupun rekreasi.”

Ruang lingkup pengaturan meliputi:

  1.  Jenis Lembaga Konservasi: Kebun binatang, taman satwa, taman safari, pusat penyelamatan satwa, dan lainnya.”
  2. Syarat pendirian: Harus memiliki izin lingkungan, rencana pengelolaan satwa dan fasilitas, serta tenaga ahli sesuai kompetensi.”
  3. Pengelolaan satwa: Kesejahteraan hewan (animal welfare), standar kandang, pola makan, karantina, perawatan medis, dan konservasi genetik.”
  4. Registrasi dan pelaporan: Lembaga diwajibkan melakukan registrasi satwa dan melaporkan perkembangan le Direktorat Jenderal KSDAE.”
  5. Evaluasi dan sanksi: Evaluasi dilakukan berkala terhadap lembaga yang meliputi aspek manajemen, fasilitas, dan perlakuan terhadap satwa. Sanksi administratif dapat diberikan dalam bentuk peringatan hingga pencabutan izin.

Peraturan ini mencabut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor. P.31/MENHUT-II/2012 dan perubahannya, serta menetapkan standar baru yang lebih terukur dan terkini sesuai kebutuhan perlindungan satwa dan pengelolaan lembaga konservasi modern.

Dengan diberlakukannya peraturan ini, diharapkan transparansi, profesionalisme, dan keberlanjutan konservasi satwa di Indonesia dapat semakin meningkat.




Download PERMEN LHK_18_2024.pdf

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 17 Tahun 2024 ini ditetapkan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta untuk menjaga keberlangsungan hidup satwa liar melalui tindakan penyelamatan.

Tujuan utama dari peraturan ini adalah menyelamatkan jenis satwa yang berada dalam kondisi terancam punah akibat bencana alam, bencana non-alam, dan/atau aktivitas manusia. Penyelamatan dilakukan baik dalam habitat alaminya (in situ) maupun di luar habitat alaminya (ex situ).

Ruang lingkup penyelamatan meliputi:


  • “Penilaian dan klasifikasi satwa berdasarkan kondisi medis, perilaku, dan asal-usul.”
  • “Pelaksanaan tindakan evakuasi, translokasi, rehabilitasi, pelepasliaran, hingga eutanasia dalam kondisi tertentu.”
  • “Penyerahan atau penitipan ke Lembaga Konservasi.”

Kegiatan pelepasliaran satwa harus memenuhi sejumlah persyaratan: satwa sehat secara medis, memiliki sifat liar, serta lokasi pelepasliaran harus merupakan habitat asli atau habitat yang mirip. Tahapan pelepasliaran terdiri dari: perencanaan, pelaksanaan (habituasi & pelepasliaran), dan pemantauan.

Selain itu, diatur juga mengenai:

  • Tugas dan wewenang Kepala Balai dalam membentuk tim teknis, menyusun laporan, dan melakukan monitoring.”
  • Pelaporan kegiatan ke Direktur Jenderal dan pemantauan berkala minimal dua kali dalam setahun.”
  • Pendanaan kegiatan yang bersumber dari APBN atau sumber lain yang sah dan tidak mengikat.”

Peraturan ini secara resmi mencabut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/MENHUT-II/2008 dan perubahannya sepanjang terkait penyelamatan satwa.



Download PERMEN LHK_17_2024.pdf

 

Tanggal Penetapan dan Pengundangan:

Ditetapkan pada tanggal 20 Februari 2023 dan mulai berlaku sejak diundangkan.

Latar Belakang

Penerbitan peraturan ini merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan peraturan turunannya, yang mendorong penyederhanaan perizinan berusaha berbasis risiko.

Bidang pengendalian pencemaran lingkungan termasuk ke dalam subsektor kegiatan usaha dengan dampak lingkungan signifikan, sehingga penerbitan persetujuan teknis (Pertek) dan persetujuan pemenuhan standar usaha (PP-PSU) menjadi oenting untuk memastikan kepatuhan terhadap ketentuan pengelolaan lingkungan.

PERMENLHK Nomor 15 Tahun 2023 menggantikan dan mencabut PERMENLHK Nomor 5 Tahun 2021, dengan penyesuaian terhadap sistem Online Single Submission (OSS) dan penegasan ulang standar teknis pengelolaan air limbah, emisi udara, serta limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

Maksud Dan Tujuan

  • Menyediakan kerangka kerja prosedural untuk penerbitan Pertek dan PP-PSU yang lebih sistematis, terukur, dan transparan.
  • Menjamin bahwa kegiatan usaha yang memiliki dampak lingkungan melakukan pengelolaan pencemaran air, udara, dan limbah B3 sesuai baku mutu lingkungan.
  • Mendorong efektivitas pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran ketentuan teknis di bidang lingkungan hidup.
  • Meningkatkan keterpaduan antara sistem OSS RBA, KLHK, dan pelaku usaha.

Ruang Lingkup dan Cakupan Peraturan

1. Jenis Dokumen dan Cakupan Peraturan:

 Persetujuan Teknis (Pertek):

  • Pengelolaan Air Limbah Domestik dan Non-Domestik
  • Pengelolaan Emisi dari Sumber Tidak Bergerak (cerobong, genset, dll)
  • Pengelolaan Limbah B3 (penyimpanan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, penimbunan)

Persetujuan Pemenuhan Standar Usaha (PP-PSU)

  • Dokumen yang menyatakan pelaku usaha telah memenuhi standar baku teknis pengelolaan pencemaran sesuai jenis kegiatan dan kapasitasnya

2. Tata Cara Penerbitan Dokumen:

Dilakukan melalui sistem OSS berbasis risiko

Permohonan mengisi formulir teknis dan melampirkan:

  • Profil kegiatan usaha]
  • Rencana teknis sistem pengelolaan limbah/emisi
  • Hasil uji kualitas lingkungan (bila tersedia)
  • Gambar teknis instalasi dan lokasi

 Evaluasi dilakukan oleh pejabat teknis/PPNS LHK sesuai kewenangan

 Diterbitkan dalam bentuk surat keputusan atau melalui notifikasi sistem OSS

3. Penganturan Baku Mutu dan Standar Teknis:

 

  • Mengacu pada peraturan perundangan tentang baku mutu air limbah, udara ambeien, emisi, serta parameter limbah B3
  • Dilengkapi dengan lampiran format standar, parameter wajib, dan persyaratan teknis untuk tiap jenis dokumen.

4. Peninajuan dan Pembaruan Dokumen:

  • Dokumen Pertek atau PP-PSU harus diperbarui jika terdapat perubahan skala usaha, proses produksi, atau lokasi kegiatan
  • KLHK dapat mengevaluasi dan mencabut dokumen jika terjadi pelanggaran teknis atau administratif

Dasar Hukum

 

  • UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
  • UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
  • PP No. 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko
  • PP No. 22 Tahun 2021 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
  • PERMENLHK No. 5 Tahun 2021 (dicabut oleh peraturan ini)

Lampiran dan Format Baku

Peraturan ini dilengkapi dengan lampiran teknis yang terdiri dari:

  • Formulir permohonan pertek air limbah, emisi, dan limbah B3
  • Format pernyataan standar teknis
  • Contoh keputusan atau sertifikat persetujuan
  • Panduan pemenuhan standar berdasarkan jenis kegiatan usaha
  • Daftar parameter mutu lingkungan dan metode uji

Catatan Penting

  • PERMEN ini bersifat mengikat bagi seluruh pelaku usaha yang memiliki kegiatan menghasilkan limbah cair, gas, atau limbah B3
  • Merupakan acuan resmi dalam pengawasan, evaluasi, dan penindakan oleh pejabat pengawas lingkungan
  • Berlaku nasional dan wajib digunakan dalam pengajuan izin teknis sejak tahun 2023

 



 


Download PERMEN LHK_15_2023.pdf

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 12 Tahun 2025 ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024, dengan tujuan utama untuk meningkatkan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada sektor konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem. PNBP merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting guna menunjang pembangunan nasional, khususnya dalam pengelolaan kawasan konservasi, perlindungan spesies liar, dan pengembangan jasa lingkungan.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 12 Tahun 2025 ini diterbitkan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2024, dengan tujuan utama untuk meningkatkan optimalisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) pada sektor konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem. PNBP merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting guna menunjang pembangunan nasional, khususnya dalam pengelolaan kawasan konservasi, perlindungan spesies liar, dan pengembangan jasa lingkungan.

Jenis PNBP yang Diatur dalam Peraturan Ini Meliputi

1. Iuran Perizinan, meliputi:

  • Pemanfaatan jasa lingkungan panas bumi, air, dan energi air.
  • Pengusahaan wisata alam dan taman buru.
  • Peredaran jenis tumbuhan dan satwa liar (TSL) dalam dan luar negeri.
  • Penangkaran dan peragaan TSL.
  • Pemanfaatan sarang burung walet dan akses sumber daya genetik.

2. Pungutan Hasil Usaha, termasuk:

  • Pemanfaatan air, energi air, dan panas bumi.
  • Hasil usaha wisata alam dan taman buru.
  • Perdagangan dan pemanfaatan TSL dari alam maupun hasil penangkaran.

3. Pungutan atas Risiko Kerusakan Lingkungan, seperti:

  • Dampak dari survei panas bumi dan pemanfaatan jasa lingkungan.
  • Penelitian nonkomersial yang berpotensi mengganggu ekosistem.

 4.  Pelayanan Jasa, mencakup:

  • Tiket masuk kawasan konservasi (TN, TWA, TB, SM).
  • Kegiatan wisata alam (kemah, mendaki, paralayang, menyelam, drone, dll).
  • Penyewaan fasilitas seperti peralatan diving, perahu, penginapan, ruang pertemuan.

5. Ganti Kerugian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, berupa:

  • Denda atas pelanggaran dokumen SATS, penyimpanan izin, pengambilan melebihi kutoa.
  • Hasil lelang TSL yang tidak dilindungi undang-undang

Dasar Hukum:

  • UUD 1945 Pasal 17 Ayat (3).
  • UU No. 5 Tahun 1990.
  • UU No. 32 Tahun 2024.
  • UU No. 9 Tahun 2018 tentang PNBP.
  • PP No. 36 Tahun 2024 tentang Jenis dan Tarif PNBP pada KLHK
  • PERPRES No. 175 Tahun 2024 dan PERMENHUT No. 1 Tahun 2024

Tujuan Umum Peraturan ini:

  • Menyediakan dasar hukum yang kuat untuk pungutan PNBP di bidang konservasi.
  • Meningkatkan kepastian hukum, transparansi, dan akuntanbilitas dalam pungutan.
  • Mendukung pendaan konservasi yang berkelanjutan tanpa mengurangi aspek kelestarian lingkungan.

Lampiran Peraturan:

  • Peraturan ini dilengkapi dengan lampiran tarif, rumus perhitungan, dan contoh simulasi perizinan yang bersifat mengikat dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari peraturan.

 

 

 

 



Download PERMENHUT_12_2025.pdf