Selamat Datang di Website Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah!     

Diterbitkan 14 Jun 2011

barbie Organisasi Lingkungan Greenpeace mengumumkan hasil investigasi yang mengejutkan pada hari Rabu (8/6) lalu. Barbie, boneka mainan paling terkenal di dunia, terbukti terkait dengan perusakan hutan hujan. Kemasan yang digunakan oleh boneka ini ternyata menggunakan bahan baku yang berasal dari hutan Indonesia yang menjadi rumah dari spesies langka seperti Harimau Sumatra. Menggunakan uji forensik, para peneliti Greenpeace menemukan bahwa kemasan Barbie berasal dari perusakan hutan Indonesia. Selain uji forensik, peneliti Greenpeace juga melakukan investigasi lapangan langsung, pemetaan data dan menelusuri sertifikat perusahaan untuk menguatkan bukti bahwa Mattel, pembuat Barbie, juga perusahaan-perusahaan mainan besar lain termasuk Disney, menggunakan kemasan yang diproduksi oleh Asia Pulp and Paper (APP). “Kami menemukan sesuatu yang cukup mengejutkan, beberapa produk yang selama ini digemari lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, ternyata terlibat dalam penghancuran hutan di Indonesia. Di dalam penelitian kami, salah satu perusahaan besar di dalam produksi mainan yaitu Mattel ternyata terkait dengan APP, salah satu bagian dari Sinar Mas Grup. Dimana kemasan dari produk Mattel itu berasal dari penghancuran hutan di Indonesia,” papar Zulfahmi. Atas hasil investigasinya tersebut, sejumlah aktivis Greenpeace di Los Angeles berjas tuxedo menyerupai Ken, kekasih Barbie, membentangkan spanduk raksasa di Kantor Pusat Mattel bertuliskan “Barbie: Kita Putus. Aku Tak Sudi Memiliki Kekasih yang Terlibat Deforestasi”. Demonstrasi tersebut menandai  diluncurkannya kampanye Greenpeace secara global untuk menghentikan industri mainan menjadi penyebab perusakan hutan di Indonesia. Indonesia di mata Green Peace adalah satu di antaranegara dengan laju deforestasi tercepat di dunia. Diperkirakan lebih dari satu juta hektar hutan dihancurkan setiap tahunnya. Meski pemerintah baru-baru ini telah mengumukan moratorium (penghentian sementara) pemberian ijin baru perusakan hutan, data memperlihatkan bahwa moratorium ini tidak bisa melindungi 45 juta hektar hutan alam dan lahan gambut. “Greenpeace menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk mengkonkritkan upaya yang lebih kuat untuk melindungi hutan alam dan lahan gambut Indonesia yang masih tersisa – termasuk di hutan yang izin konsesinya telah diberikan. Hal ini hendaknya diikuti dengan pengkajian ulang semua ijin konsesi yang telah diberikan untuk memastikan apakah konsesi itu diperoleh sesuai dengan hukum Indonesia atau tidak. Saat ini, hutan, lahan gambut dan satwa yang hidup di dalamnya terus dihancurkan oleh perusahaan seperti APP.” demikian Zulfahmi, Jurukampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara menambahkan.</font>