Selamat Datang di Website Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah!     

Diterbitkan 17 Oct 2011

1536457p Kementerian Kehutanan bekerja sama dengan pemerintah Hongkong melakukan repatriasi 610 ekor kura-kura moncong babi (Carettochelys insculpta) pada tanggal 5 Oktober di hanggar Bandara Soekarno Hatta. Repatriasi ini merupakan kerjasama antara Pemerintah Hongkong (CITES Management Authority Hongkong) dengan Pemerintah Indonesia (CITES Management Authority Indonesia) yang didukung Kadori Farm, Hongkong, Yayasan IAR, Indonesia dan stakeholders lainnya dalam upaya penyadaran publik dan konservasi spesies Indonesia. Repatriasi ini berawal pada Januari 2011, ketika CITES Management Authority Hongkong menginformasikan adanya sitaan satwa sejumlah 610 ekor kura-kura moncong babi dan menginisiasi untuk repatriasi ke habitatnya di Indonesia. CITES Management Authority Indonesia menyambut baik repatriasi satwa tersebut untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alamnya di Papua. Repatriasi Kura-Kura Moncong Babi ini telah menyelamatkan keanekaragaman hayati yang merupakan kekayaan negara dengan perkiraan nilai ekonomi sebesar US$ 1,120,000 atau setara dengan 10,08 Milyar. Valuasi ekonomi dilakukan melalui pendekatan harga pasar internasional. Harga per ekor Kura-Kura Moncong Babi ukuran 15 cm di pasar Internasional sekitar US$ 15-20/ekor, sedangkan ukuran 35 cm bisa mencapai US$ 550/ekor. Menurut Goh and O’Riordan (2007) kura-kura moncong babi dewasa dapat mencapai US$ 1500 hingga US$2000. Kura-kura Moncong Babi atau disebut juga Labi-labi Moncong Babi merupakan salah satu jenis reptil yang hidup di air tawar.  Penyebaran satwa ini  terbatas hanya di tiga negara yaitu Indonesia di Papua bagian Selatan, Papua New Guinea bagian Selatan dan Australia bagian Utara. Di Pulau Papua Bagian Selatan sebaran Kura-Kura Moncong Babi meliputi Kabupaten Merauke, Asmat, Mappi, Bovendigoel, Mimika, Dogiyai, sampai ke Kaimana. Habitat Kura-kura Moncong Babi adalah rawa dan sungai, sedangkan untuk bertelur adalah pasir. Dalam 1 sarang rata-rata ditemukan telur sebanyak ± 800 butir. Status konservasi satwa ini adalah “dilindungi” berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, dan “Vulnerable” berdasarkan red data book IUCN yang artinya jenis yang terancam kepunahan. Sementara itu dalam konvensi perdagangan internasional spesies langka flora dan fauna, CITES (Convention International Trade in Endangerd Species of Wild Flora and Fauna), satwa ini masuk dalam Appendiks II CITES. Dalam perdagangan, labi-labi merupakan salah satu jenis satwa yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Selain dipasarkan sebagai hewan peliharaan (pet), labi-labi juga dipasarkan untuk dikonsumsi dagingnya karena mengandung gizi yang tinggi dan disinyalir berkhasiat sebagai obat, bahan baku industri dan kosmetik. Samedi dan Iskandar (2000) mencatat perdagangan ilegal Carettochelys insculpta dari Merauke dan Timika, Papua, ke Makasar (Sulawesi), Jawa Tengah dan Surabaya (Jawa) serta Denpasar (Bali), dan seterusnya diselundupkan melalui Singapura ke China, Jepang, Thailand dan bahkan sampai ke Eropa. Pemanfaatan terhadap satwa dilindungi tidak diperbolehkan kecuali hasil penangkaran. Tingginya permintaan akan labi-labi atau kura-kura Moncong Babi telah menyebabkan tingginya perburuan dan perdagangan illegal yang berimplikasi pada penurunan populasi secara cepat di alam. Terhadap masalah perburuan dan perdagangan illegal kura – kura moncong babi, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan beserta seluruh Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah telah melakukan upaya-upaya penegakan hukum, yang dilaksanakan baik secara Preemtif melalui penyuluhan, sosialisasi, dan kampanye; serta Preventif melalui pengawasan peredaran TSL di Bandara dan Pelabuhan Laut, kolaborasi dan koordinasi dengan pihak bandara, pelabuhan, POLRI, TNI (AURI) dan PT. Freeport.  Upaya Represif melalui operasi-operasi juga dilakukan. www.dephut.go.id